Selamat datang di website pribadi saya. Selamat membaca dan belajar dari tulisan-tulisan saya. Semoga menjadi manfaat dan bernnilai pahala jariyah disisi Allah SWT.

Rabu, 07 Desember 2016

Wahai Ayah

Terimakasih ayahku

hei ayah,
terimakasih ya telah mendidikku setangguh ini..
mulutku tak mampu mengucapkan kata2 itu di hadapanmu
hanya bisa ku ucapkan diatas sejadah di hadapan Rabbku
di dalam doa lalaiku
di dalam tangis palsuku

wahai ayah,
dulu ku pernah memakimu dalam hatiku
dulu ku pernah membencimu dalam diamku
dulu ku pernah kecewa padamu dalam kesendirianku

renunganku..
hayalanku..
harapanku..
mimpi-mimpiku..
sempatku kubur mereka semua karena dirimu..
aku pernah menyalahkanmu atas hidupku yang kurasa tak adil ini

atas rumah menjadi teman setiaku
buku-buku yang tak pernah tuntas adalah kawanku
ku coretkan semua hayalku
bersama hati yang tak pernah merasa dimiliki

aku pernah ingin mencuri..
mencuri perharianmu untuk hidupku..
mencuri waktumu untuk membersamaiku..
mencuri pernghargaanmu untuk karya-karyaku..

tapi maaf ayah..
nampaknya aku telah gagal..
segudang prestasiku dikala itu tak pernah berhasil menolehkan matamu sedikitpun,,
entah apa yang akan membuatmu mengakui kehadiran diriku
entah seberapa harganya sehinggaku dapat membeli perhatianmu

ayah..
aku sembunyikan semua kenakalanku
aku sembunyikan semua masalahku
aku sembunyikan semua kesusahanku

itu semua untuk mu yahh...
aku tak mau engkau menanggung malu atas kelakuan jelekku
aku tak mau engkau ikut pusing dengan masalah2ku yah....
aku tak mau kau bertambah susah dengan kesusahanku..

yah......
jika kau terlihat sakit,, jangan marahi aku yah...
maafkan aku yah....
karena sakit yang engkau lihat pada diriku, hanya sebagian kecil penyakit yang selama ini aku sembunyikan darimu..
seandainya bisa, aku akan sembunyikan semua sakit ku itu
aku tak mau membebanimu
biarkanlah aku merawat diriku sendiri
tak usah kau gendong diriku untuk berobat
aku bisa sendiri yah...
biarlah aku berjalan sempoyongan
aku bisa sendiri yah..
biarkan aku terkujur di atas lantai, tak usah kau bangunkan aku..
aku bisa sendiri yah..

aku adalah anak yang tangguh yah dimatamu
didikan kerasmu amat berbekas dalam jiwaku
aku adalah anak yang mandiri yah..
ujian hidup yang kau berikan amat sempurna bagiku..

hingga hari ini...
kau tak pernah tahu ayahku,,,
aku lah anak lelaki yang paling cengeng..
kawan-kawan2 ku menganggap aku anak yang tangguh yah...
mereka bangga padaku,
tapi mereka tak pernah tahu, aku lah lelaki yang selalu menangis dalam sepi,
airmata ini tak pernah berhenti berderai membasahi..
semoga engkau juga bangga ayahku..

kawan2ku menganggap aku pintar yah..
mereka memujiku..
tapi itu tak berharga bagiku..
karena aku tak pernah mendapat pujian darimu yah..
iya engkau wahai ayahku...

kini aku telah dewasa yah...
aku sudah memaafkan semua masalalu ku dalam keluargamu
aku telah menerima semua ini atas takdir kehidupanku..

kini aku ini membangun keluargaku sendiri..
aku ingin ada orang yang menghargai semua karyaku
aku inigin ada orang yang yang menghargai semua pekerjaanku
aku ingin ada orang yang mendukung semua ide2ku
dan
aku ingin orang itu adalah bagian dari keluargaku yah...

selama ini aku tidak menemukannya di keluargamu yah...

please... untuk satu kali ini saja...
dukunglah keinginanku
sambutlah permintaanku
mudahkanlah masalahku

tapi.... jika memang engkau tidak berkenan juga untuk kali ini..
tak masalah yah..
aku bisa sendiri..
dan kelak cucu mu akan menyaksikan bagaimana hebatnya kakeknya mendidik ayah mereka..

thaks my father..
you are the best leader in my life

*coretan hati kecilku untuk anak2ku kelak

Senin, 10 Oktober 2016

Wahai hamba-KU

hei hambaku jika kamu serahkan hidupmu kepadaKu. akan aku cukupkan segala kebutuhanmu, aku bereskan segala urusanmu, dan aku lapangkan kehidupanmu, dunia dan akhiratmu.
tapi kamu terlalu sombong hai hambaku, kau ingin urus hidupmu sendiri, kau coba bereskan semua urusanmu, kamu coba cukupi kebuthanmu sendiri. padahal segala usahamu itu akan sia-sia tanpa izin dariKu
meski begitu, Aku ini Ar-rahman dan al-Wahhab.. aku sayangi kamu dan akan aku beri kepadamu hak-hakmu meski kamu tidak memenuhi hak-hakKu.. aku ini At-tawwab dan al-ghaffar serta al-'afuw.. akan aku tunggu sampai kamu tersadar dengan hidayahku.. hingga kamu mau kembali berserah diri kepadaKu.. dan akan ku sempurnakan kehidupanmu..
wahai hambaku.. sungguh Aku ini adalah Allah, tidak ada tuhan selainKu, maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingatku..
[Thaha (20) : 14]

Jumat, 07 Oktober 2016

Menemukan secercah harapan

harapan itu ada ketika Allah menyapa
bukan harapan sembarang harapan
Dia tawarkan surga-Nya
Dia berikan sapaan di setiap detik masa


kiranya hidup terasa himpit
lahir batin terasa sakit
hidup semakin terasa pahit
bahkan banyaknya nikmat tak senangkan hati

Allah datang kepadaku dengan kasih sayang
menawarkan hidup bahagia yang panjang
hanya saja jiwa yang labil ini belum sampai pada-Nya
tetap menjalani hidup yang sembarang

hati terketuk namun nafsu menghalangi
Allah Allah Allah
kembalilah kepada Allah
Quran quran quran
berkholwatlah dengan kalam-Nya yang mulia

hati yang membatu ini ingin rasanya mendapatkan tetesan rahmat-Nya yang agung, hingga tak ada lagi yang tersisa darinya melainkan hati yang lunak dan penuh dengan Nur Ilahi, yang menerangi kehidupanku, keluargaku, keyakinanku kokoh tegak diatasnya.

harapan itu ada didalam sebuah mushaf
namanya Al-Quran yang mulia
diturunkannya Kepada Manusia pilihan
Muhammad SAW kekasih-Nya
melalui Jibril yang Qudus
Kalam-Nya yang agung
yang dengannya umat ini diMuliakan atau diHinakan

maafkan Aku ya Rabb, aku lupa Curhat kepadamu

Senin, 23 Mei 2016

Realita vs Idealita Ketakwaan

Muslim yang paling ideal adalah muslim yang paling bertakwa. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat [49] : 13 :
 …إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
 …Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

Takwa adalah tingkat tertinggi manusia di hadapan Allah swt. Balasannya pun adalah surga yang penuh dengan kenikmatan tiada tara.  Hal ini dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Lail [92] : 17
 وَسَيُجَنَّبُهَا الأتْقَى
dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu,

Meskipun ayat ini memiliki sebab khusus yaitu mengenai Abu Bakar Ash-Shidiq R.A., namun lafalnya umum. Sehingga, berdasarkan kaidah ushul fiqih al ibratu bil umum al-lafdhu la bil khusus al-sabab, maka ayat ini difahami umum bahwa yang paling bertakwa yang akan dijauhkan dari neraka bukan hanya Abu Bakar Ash-Shidiq R.A, melainkan siapa saja yang orang memenuhi syarat-syarat takwa itu akan dijauhkan dari neraka. Secara kaidah, ushul fiqih fahum mukhalafah (pemahaman sebaliknya), makna dijauhkan dari neraka berarti orang yang paling bertakwa akan didekatkan ke surga.

Banyak pendapat dari para ulama mengenai definisi takwa. Namun yang banyak disetujui bahwa takwa adalah menjauhi seluruh larangan Allah dan menjalankan seluruh perintah-Nya. Inilah idealnya sikap seorang muslim sejati. Namun hal ini tidak mudah untuk dicapai. Ia tidak akan datang dengan sendirinya. Ia perlu didaki dengan kesungguhan. Ia meski ditempuh dengan perjuangan.

Meskipun balasan untuk ketakwaan itu begitu menggiurkan, namun untuk menggapainya tidaklah semudah dan seindah yang dibayangkan. Jalan takwa tidaklah mulus dan lancar. Ia menanjak dan penuh alang rintang. Tidak semua manusia bersedia mendakinya. Dan tidak semua yang bersedia mendakinya sampai di puncaknya. Tidak ada ukuran yang pasti dari tingkat ketakwaan seseorang. Kita tidak bisa menilai bahwa si fulan adalah orang yang paling takwa, si fulan kurang bertakwa, sedang yang lainnya tidak bertakwa dengan melihat lahirnya saja, meskipun ketakwaan itu akan tercermin dari akhlaq seseorang namun yang mengetahui hakikat ketakwaan seseorang hanya Allah Swt.

Bisa saja orang yang nampak di hadapan manusia sebagai orang yang kurang amalnya, biasa saja ibadahnya, tidak ada yang spesial dari amalannya justru dialah yang paling takwa di hadapan Allah Swt. Pun juga sebaliknya, orang yang nampak giat beribadah, banyak amalnya namun dihadapan Allah Swt. mungkin dia bukanlah siapa-siapa. Tidak ada jaminan yang pasti.

Seringkali kita memvonis si fulan sebagai orang yang tidak bertakwa hanya dia tidak kelihatan banyak ibadahnya, sedikit amalannya. Dan menyanjung diri sendiri sebagai orang yang paling takwa karena kita lebih banyak amalannya dan ibadahnya dibanding orang lain. Yang demikian itu bukanlah hal yang benar. Giat memperbanyak amal ibadah adalah hal yang baik bahkan itu dianjurkan. Tetapi memvonis siapa yang paling bertakwa bukahlah tugas kita. Kita hanya diperintahkan untuk beribadah. Tidak pula untuk menilainya.

Tidak jarang, ketika kita melihat orang yang tidak pernah shalat sunah rawatib kemudian kita katakan, “ah dia itu kurang takwa, sering meninggalkan shalat sunnah.” Atau ketika mendengar rekan kita yang hanya membaca Al-Qur’an selembar sehari lalu kita katakan, “ah masa udah dewasa begitu tilawah Qur’annya hanya selembar sehari kaya anak kecil saja. Satu juz dong!”, atau juga ketika kita melihat orang tua kita yang pulang kerja sampai larut malam kemudian tidak pernah shalat tahajud lalu kita katakan, “aduh, bagaimana ini malah sibuk mencari dunia tapi melupakan akhirat.”

Memang benar, mengerjakan shalat sunnah setelah shalat wajib itu sangat dianjurkan oleh Rasulullah, bahkan keutamaannya pun luar biasa. Tidak salah bahwa membaca Al-Qur’an sebanyak-banyak itu adalah baik dan menentramkan jiwa. Sudah pula dimaklum bahwa shalat tahajud di sepertiga malam terakhir memiliki keutamaan sangat besar. Dan banyak ibadah lain yang juga disunnahkan dan memiliki keutamaan yang besar seperti sedekah, shaum sunnah, berdzikir, dan lain sebagainya.

Itulah idealita keshalehan dan ketakwaan yang sesungguhnya. Itulah takwaan yang ideal. Namun setiap orang punya kapasitas kemampuan masing-masing, yang berbeda antara satu sama lain. Boleh jadi ada di antara kita yang membaca Al-Qur,an sehari satu juz itu ringan, bahkan sanggup menambahnya sampai dua, tiga, atau lima juz perhari tapi dia lemah untuk shalat tahajud karena susah bangun. Adapula yang sanggup berdiri lama di malam hari untuk tahajud, namun kurang kuat menahan lapar untuk shaum sunnah. Boleh jadi ada yang giat mencari nafkah untuk keluarganya tapi dia sedikit membaca Al-Qur’annya. Dan seterusnya.

Versi lengkap tulisan ini telah di muat di website Percikan Iman, silahkan jika ingin membacanya klik disini

Urgensi Studi Matan Hadis berbahasa Indonesia

Seluruh umat islam telah menerima paham bahwa hadits Rasulullah S.A.W. itu sebagai pedoman hidup yang utama setelah al-Qur’an. kedudukan hadits terhadap al-Qur’an adalah sebagai bayan tafsir atau sebagai penjelas terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang sulit difahami oleh keumuman kaum muslimin, merinci ayat-ayatnya yang mujmal, mentakhsis ayat-ayatnya yang bersifat umum, membatasi ayat-ayatnya yang mutlak, dan adapula yang menasakh ayat-ayatnya yang mansukh. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam ayat al-Qur’an itu sendiri yaitu dalam surat al-Nahl ayat 44 bahwa Rasulullah S.A.W. bertugas untuk menerangkan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dengan perkataannya, perbuatannya, sifat dan persetujuannya atau yang kita sebut al-Sunnah / al-Hadist, “... dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan,”

Meskipun hadits berfungsi sebagai penjelas al-Qur’an, namun keauthentikan hadits tidaklah terjaga sesempurna al-Qur’an yang secara langsung dijamin keasliannya oleh Allah S.W.T.. Terlepas dari sejarah penulisan hadits terjadi belakangan daripada al-Qur’an karena untuk menjaga kemurnian al-Qur’an agar tidak tercampur dengan teks hadits, pada kenyataannya kita banyak menemukan hadits-hadits yang kualitasnya dhaif (lemah) dan ghairu ma’mul bih (tidak boleh diamalkan) bahkan banyak ditemukan hadits-hadits palsu yang dibuat oleh musuh-musuh Islam untuk menimbulkan fitnah terhadap kaum Muslimin. Oleh karena itu, para ulama alhi hadits telah menyusun sebuah disiplin ilmu yang bertujuan agar tidak salah dalam mengambil sebuah hadits dan mengamalkannya. Ilmu itu yang disebut Musthalah al-Hadits.

Terdapat banyak sekali karya para ulama ahli hadits yang telah lalu dalam Musthalah al-Hadits. Hampir kesemuanya berbahasa Arab. Dan setiap orang yang ingin memperdalam mengenai Musthalah al-Hadits, sudah menjadi syarat utama bahwa dia harus menguasai terlebih dahulu bahasa Arab keseluruhannya. Hal ini menjadi masalah ketika orang yang baru mengenal ilmu hadits sementara dia belum menguasai bahasa Arab. Ia merasa kesulitan dan susah untuk mempelajarinya. Dengan berbekal kemampuan dan pengalamannya sebagai dosen Ilmu Musthalah al-Hadits di beberapa fakultas IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta khususnya di Fakultas Tarbiyah, Drs. Fatchur Rahman mencoba membuat sebuah ringkasan mengenai ilmu Musthalah al-Hadits dari kitab-kitab induk Musthalah al-Hadits kedalam bahasa Indonesia. Karyanya ini kemudian diterbitkan oleh PT al-Ma’arif Bandung pada tahun 1974 menjadi sebuah buku dan menjadi pedoman untuk pembelajaran ilmu hadits bagi mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan juga bagi setiap muslim yang hendak memperlajari ilmu Musthalah al-Hadits namun terkendala penguasaaan bahasa Arab.

Resensi Buku tersebut secara lengkap dapat di download disini
[Tugas Ullumul hadits IV, Studi Matan Hadits, Semester 4]

Pendekatan semantik terhadap makna kata subhana dan padanannya dalam al-Qur’an (Review Skripsi)



Buku ini merupakan karya skripsi yang dibuat oleh Tanti Kurniawati seorang mahasiswi jurusan Tafsir Hadits sebagai syarat mendapatkan gelar Sarjana Theologi Islam. Karya ini diterbitkan oleh jurusan Tafsir Hadits fakultas Ushuluddin IAIN Bandung pada tahun 2003. Skripsi yang berjudul “Pendekatan Semantik terhadap Makna Subhana dan Padanannya dalam Al-Qur’an” ini terdiri dari empat bab utama; pertama, Bab I Pendahuluan yang membahas mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka pemikiran, dan langkah-langkah penelitian. Kedua, Bab II Landasan Teoritis Pendekatan Semantik yang membahas mengenai pengertian pendekatan semantik, ruang lingkup dan fokus penelitian semantik, teori dan teknik analisis semantik. Ketiga, Bab III Pendekatan Semantik Terhadap Makna Kata Subhana Dan Padanannya Dalam Al-Qur’an. Bab ketiga ini merupakan bab pembahasan utama dari karya skripsi ini, yang dibahas pada bab ini adalah inventarisir ayat-ayat tentang kata subhana dalam al-Qur’an, analisis medan semantik terhadap makna kata subhana dan padanannya dalam al-Qur’an, analisis komponen semantik terhadap makana kata subhana dan padanannya dalam al-Qur’an, analisis kombinasi semantik terhadap makana kata subhana dan padanannya dalam al-Qur’an. Dan bab yang keempat adalah Bab IV kesimpulan.

Fokus dari karya ini adalah meneliti makna dari kata subhana dan padanannya yaitu kata tabaroka dan qudus yang terdapat dalam al-Qur’an. Jenis pendekatan yang digunakan oleh penulis adalah pendekatan semantik yang berfokus pada pencarian makna dari kata subhana dan padanannya. Selain berusaha mengungkapkan makna dari tanda bunyi bahasanya, penulis juga berusaha mencari makna kata itu dari sisi sosiologi, psikologi, filsafat, dan antropologi dalam memahami makna kata subhana dan padanannya. karya ini merupakan penelitian studi literatur sehingga data-data yang mendukung penelitian ini bersumber dari teks-teks buku karya para ulama yaitu Al-quran dan terjemahnya, kitab-kitab tafsir al-quran baik klasik maupun kontemporer, buku-buku ullumul qur’an, dan buku-buku mengenai penelitian semantik. Seluruh data tersebut diperoleh dengan menggunakan metode deskripsi analisis. Data dihimpun dengan teknik dokumentasi pencatatan yaitu mengumpulkan data, mengelompokannya, kemudian menginterpretasikannya.

Setelah melakukan penelitian, penulis menemukan bahwa kata subhana dalam al-Qur’an disebut 41 kali pada 27 surat, kata tabaroka sebanyak 9 kali dalam 7 surat, dan kata qudus sebanyak 2 kali dalam 2 surat. Kata subhana, tabaraka, dan qudus yang diterjemahkan “maha suci” ternyata memiliki makna yang berbeda setelah dilakukan kajian bahasa dengan pendekatan semantik. Subhana dengan menekankan pada rabbaniyah dan uluhiyah memiliki makna “maha suci allah dari segala hal yang tidak layak bagi-Nya”, tabaroka dengan konteks pemberian karunia-Nya bermakna “maha suci Allah yang mempunyai sifat khusus yaitu pemberi karunia yang banyak”, sementara kata qudus dalam konteks asmaul husna memiliki arti sifat Allah (yang maha suci, -ed) / rahbaniyah.

Pembahasan karya skripsi ini sangat mudah dipahami. Bahasa yang digunakan tidak berbelit dan disampaikan secara sistematis. Namun karena begitu sederhananya, karya ini tidak akan cukup memuaskan jika dibaca oleh kalangan akademik jurusan tafsir hadits. Pembahasan ketika mengungkap makna kata dari subhana dan padanannya tidak detail dan mendalam. Kemudian tidak mengungkapkan pendapat-pendapat para mufasir terhadap makna kata subhana dan padanannya ketika mengulas ayat. Sehingga berkesan sangat global dan renyah.

[Tugas Metodologi Penelitian Ilmiah, Riview Buku, Semester 4] - File lengkapnya bisa didownload disini

Hukum Testimoni Palsu


حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ النَّجْشِ
“Abdullah bin Maslamah menyampaikan kepada kami dari Malik dari Nafi’ bahwa Ibnu Umar berkata, “Rasulullah S.A.W. melarang Najsy.” (H.R. Bukhari)

Dalam hadits diatas terdapat kata النَّجْشِ / Najsy yang secara bahasa artinya adalah membangkitkan. Kata ini berasal dari kata نجش , dalam kamus al-Munawwir kata kata ini memiliki arti نجش الشيء (menghimpun), نجش النار  (menyalakan), نجش الحديث  (menyiarkan), نجش في البيع (menawar dengan maksud agar orang lain menawar lebih tinggi), المنجوش من القول (perkataan yang dibuat-buat).

Sejak jaman dulu praktek najsy ini sudah dilakukan dengan cara si penjual barang bersekutu dengan orang lain untuk berpura-pura menjadi pembeli kemudian dia beradu menaikan harga dengan pembeli yang sesungguhnya terhadap barang dagangannya dengan maksud supaya si pembeli yang sesungguhnya membeli barang itu dengan harga yang sangat tinggi dan si penjual mendapatkan untuk yang melambung dan belipat-lipat dari semula. Atau cara dengan cara lain yang hampir sama, yaitu si penjual bersekutu dengan sesorang untuk berpura-pura menjadi pembeli namun yang dilakukannya bukan beradu harga, namun dia memuji-muji barang yang akan dijual itu didepan para pembeli agar harga barang itu semakin naik. Dan hal ini termasuk penipuan dan menimbulkan kerugian besar bagi pembeli.

Najsy dalam praktek memiliki tiga bentuk. Pertama, menaikan harga barang tanpa maksud membelinya. Kedua, memuji-muji / menjelaskan kriteria barang padahal tidak sesuai kenyataannya. Dua point ini telah dijelaskan sebagaima uraian diatas. Dan yang ketiga, penjual berkata,”harga pokok barang ini sekian,” padahal dia berdusta.

Bentuk Najsy yang kedua inilah yang disebut dengan testimoni palsu dalam jual beli online. Dalam praktiknya, si penjual memajangkan produk-produk dagangan di beranda took online miliknya, disertai dengan gambar produk, kriteria, spesipikasi, beserta harga dan cara bayar-kirimnya. Supaya calon pembeli yang memlihat produk itu tertarik untuk membeli maka si penjual mengemas tampilan wesite/blognya semenarik mungkin dan membubuhkan kata-kata promosi yang menggairahkan. Kemudian dibagian bawah (biasanya) terdapat kolom komentar yang berisi testimoni atau pendapat dari konsumen-konsumen lain yang sudah merasakan atau memakai produk tersebut. Disinilah calon pembeli yang baru membaca produk itu akan semakin tertarik untuk membeli, karena dalam pikirannya bahwa produk yang ditawarkan itu telah teruji oleh banyak konsumen. Namun tak sedikit dari testimoni-testimoni itu yang palsu. Penjual mengambil photo-photo orang lain tanpa haknya dari media-media sosial kemudian memasukannya dalam kolom komentar dan memberikan komentar yang bagus-bagus dengan memuji-muji barang dagangannya dengan kalimat-kalimat yang dikendaki olehnya. Hal ini jelas merupakan penipuan. Karena testimoni itu bukan berasal dari konsumen yang asli. Itu hanya perkataan yang di ada-adakan oleh si penjual sendiri. Tidak jarang para konsumen yang tertipu menyesal dan merasa dirugikan setelah membeli produk tersebut dan ternyata tidak sesuai dengan testimoni yang diberikan. Hal ini jelas haram hukumnya. Karena ada pihak yang dirugikan. Dan jelas ini bertangan dengan teori jual-beli islam yang mengharuskan terdapat kerelaan / suka sama suka / tidak yang dirugian antara penjual dan pembeli.

[Tugas Hadits III, Muamalah, Ekonomi Syari'ah, Semester 4] - file lengkapnya silahkan donwload disini

Keuntungan vs Keberuntungan

Ihtikar adalah kegiatan menimbun suatu barang untuk dijual kemudian hari dengan tujuan supaya barang menjadi langka di pasaran sehingga harganya melonjak naik dari sebelumnya. Ini adalah perbuatan yang dilarang berdasarkan hadits berikut :
عن مَعْمَرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ احْتَكَرَ فَهُوَ خَاطِئٌ
Dari Ma'mar RA, dia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Barang siapa menimbun barang, maka ia telah berbuat dosa.'" (H.R. Muslim)
 
Meski hadits diatas secara dzahirnya berbentuk khabari (pemberitaan) namun maknanya bermakna insyai dalam bentuk nahyi (larangan) sehingga hadits itu dipahami “Janganlah kalian menimbun barang! Karena itu adalah perbuatan dosa.” Sehingga jelas bahwa perbuatan itu adalah terlarang dan merupakan sebuah perbuatan dosa.

Terdapat pula hadits senada yang diriwayatkan oleh imam Tirmidzi dalam kitab sunannya, “dari Ma'mar bin Abdullah bin Nadhlah, ia berkata. "Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Tidaklah menimbun barang kecuali orang yang berdosa". Kemudian dia mengomentari hadits ini bahwa para ulama sepakat mengamalkan hadits ini. Mereka memakruhkan menimbun bahan makanan. Namun ada sebagian dari mereka yang membolehkan menimbun selain bahan makanan. Ibnu Al Mubarak berkata, "Tidak mengapa menimbun kapas, kulit dan yang sepertinya.

Tidak semua barang haram untuk ditimbun. Ihtikar atau kegiatan menimbun yang dikatakan haram ketika ; barang yang ditimbun adalah kebutuhan pokok, aktivitas penimbunan akan membuat susah masyarakat karena kelangkaan barang tersebut, dan penimbunan bertujuan untuk mengeruk keuntungan dari harga barang yang melonjak tinggi. Misalkan, menimbun gas LPG, padahal barang tersebut adalah kebutuhan utama masyarakat modern untuk bahan bakar memasak sehari-hari, kegiatan menimbun gas LPG menimbulkan kelangkaan sehingga masyarakat kesulitan untuk mendapatkannya, kemudian setelah terjadi kelangkaan barulah orang yang menimbun gas tersebut menjualnya dengan harga yang sangat tinggi demi mendapat keuntungan yang banyak. Aktivitas menimbun seperti inilah yang terlarang. Berbeda misalnya ketika seorang petani melakukan aktivitas menimbun padi ketika stok padi melimpah sementara harganya sangat rendah di pasaran, hal itu dilakukan agar petani tidak mengalami kerugian yang besar. Hal ini tidaklah haram hukumnya, karena aktivitas penimbunan tidak bertujuan untuk merauk keuntungan yang tinggi tetapi untuk menghindari kerugian yang besar dan kegiatan ini tidak pula menyusahkan masyrakat meski yang ditimbun itu adalah bahan pokok sebab stok padi melimpah di pasaran. Sama halnya dengan yang dilakukan oleh BULOG menimbun beras bukan dengan tujuan untuk menyusahkan masyarakat dan merauk keuntungan besar, tetapi sebaliknya supaya stabilitas harga bahan pokok terjaga dan masyarakat sejahtera dengan terpenuhinya kebutuhan pokok mereka.

Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin, islam mengatur bagaimana cara bermuamalah dengan sesama manusia supaya terjadi kesejahteraan dan terhindar dari kedzaliman. Dasar sistem ekonomi islam adalah ta’awun yaitu saling tolong menolong. Hal ini sebagaimana diperintahkan oleh Allah S.W.T dalam al-Qur’an surat al-Maidah [5] ayat 2 yang artinya, “... Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”

Islam mengajarkan nilai-nilai sosial dalam melakukan perniagaan. Hak setiap orang terpelihara oleh syariat Islam, tidak boleh seorang muslim mendzalimi saudaranya sekecil apapun termasuk dalam urusan perniagaan. Setiap aktivitas ekonomi atau perniagaan yang dilakukan oleh seorang muslim haruslah berlandaskan hal tersebut, sehingga akan terhindar dari kegiatan curang yang hanya menguntukan diri sendiri namun merugikan orang banyak. Bagi seorang muslim, keuntungan bukan hal yang paling utama, dibandingkan dengan keberuntangan yang akan Allah berikan kepadanya jika ia berlaku adil dan melakukan perniagaan dengan niat membantu orang lain. Karena tujuan perniagaannya adalah untuk mendapatkan keridhaan Allah dan keberuntungan dari karunia yang akan diberikan-Nya. Allah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Jumu’ah [62] ayat 10 yang artinya, “... maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”

Perbuatan ihtikar adalah perbuatan curang yang menguntungkan sebagian kecil orang dan merugikan kebanyakan orang. Perbuatan ini haram berdasarkan hadits yang diriwayatkan imam Muslim dan imam Tirmidzi dari Ma’mar dan diperkuat dengan dalil-dalil Qur’an diatas. Hal ini karena ihtikar atau kegiatan menimbun barang ini tidaklah sesuai dengan tujuan muamalah dalam aturan islam. Ihtikar tidak menimbulkan kemaslahatan bersama dan tidak bermaksud tolong menolong dalam kebaikan.

Jika setiap orang menjalankan perniagaan sesuai dengan hukum ekonomi islam, niscaya akan sejahteralah umat ini. Karena yang dicari oleh mereka bukan sekedar keuntungan yang tinggi namun hal yang jauh lebih tinggi dan banyak daripada itu yaitu keberuntungan dari Allah Yang Maha Kaya dan Maha Pemurah. Keberuntungan dari Allah jauh lebih baik dari keuntungan menimbun barang. Bahkan orang yang mempersulit orang lain maka urusannya pun akan disempitkan. Sebaliknya, barang siapa yang mempermudah urusan orang lain maka akan dimudahkan segala urusannya, dan keberuntungan akan meliputinya. Wallahu ‘alam.

[Tugas UAS Hadits III, Muamalah, Ekonomi Syari'ah,  Semester 4]